Main Article Content

Abstract

Penelitian bertujuan menggali faktor-faktor pengamanan BMN gedung dan bangunan melalui Asuransi BMN pada KLHK serta merumuskan model pengamanan BMN gedung dan bangunan melalui Asuransi BMN pada KLHK. Metode menggunakan studi kasus (case study) melalui pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui telaah dokumen dan wawancara. Faktor kelembagaan, budaya, keterjangkauan, kesadaran dan pengetahuan, serta proses asuransi dan kepercayaan menjadi faktor yang menyebabkan rendahnya pengamanan BMN melalui asuransi pada KLHK. Faktor kelembagaan menunjukkan telah dimilikinya Surat Kepala Biro Umum perihal Pengasuransian BMN Tahun Anggaran 2021. Faktor budaya menggambarkan walaupun berada pada Indeks Risiko Bencana kategori tinggi dan pernah terjadi bencana alam belum menjadi pemicu pengasuransian BMN. Faktor keterjangkauan menunjukkan KLHK sudah menganggarkan biaya pengasuransian BMN periode Tahun 2022 dan 2023. Faktor kesadaran dan pengetahuan menunjukkan belum sepenuhnya Satuan Kerja lingkup KLHK memahami Asuransi BMN serta kurangnya kesadaran pentingnya asuransi bencana. Faktor proses asuransi dan kepercayaan menunjukkan sosialisasi Asuransi BMN dari Perusahaan Asuransi Jasindo belum sampai ke tingkat tapak. Rekomendasi pengamanan BMN melalui Asuransi BMN pada KLHK adalah membangun komitmen bersama, membuat kembali surat pengasuransian BMN, memasukkan Asuransi BMN dalam PKPT, mengidentifikasi potensi atau kerawanan bencana serta merekapitulasi dan mendokumentasi riwayat bencana, membuat saluran pelaporan dampak bencana yang dialami, membuat sketsa perhitungan Premi Asuransi BMN, sosialisasi Asuransi BMN bersama BKF Kementerian Keuangan, BNPB dan Perusahaan Asuransi Jasindo, serta melakukan kegiatan diklat Asuransi BMN.
Kata kunci: Pengamanan; Barang Milik Negara (BMN); Asuransi Barang Milik Negara (Asuransi BMN)

Article Details

References

  1. Pengamanan Barang Milik Negara Melalui Asuransi
  2. Pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
  3. Buyung Widyatama1, Neneng Sri Rahayu2, R. N. Afsdy Saksono3
  4. Politeknik STIA LAN Jakarta1,2,3
  5. widyatamabuyung@gmail.com1, neneng.rdwn@gmail.com2, afsdys@gmail.com3
  6. Abstract
  7. The research aims to explore the factors of building BMN security through BMN insurance at KLHK and formulate a model of building BMN security through BMN insurance at KLHK. The method uses a case study (case study) through a qualitative approach. Data obtained through document analysis and interviews. Institutional factors, culture, affordability, awareness and knowledge, as well as insurance and trust processes are factors that cause low security of BMN through insurance at KLHK. Institutional factors indicate that he has a letter from the head of the General Bureau regarding BMN insurance for the 2021 fiscal year. Cultural factors illustrate that although it is in the high category disaster risk index and natural disasters have not been a trigger for BMN insurance. The affordability factor shows that KLHK has budgeted the cost of BMN insurance for the 2022 and 2023 periods. Awareness and knowledge factors indicate that the working units within the KLHK have not fully understood BMN insurance and lack of awareness of the importance of disaster insurance. Insurance process and trust factors indicate BMN insurance socialization from Jasindo insurance company has not reached the footprint level. The recommendations for securing BMN through BMN insurance at KLHK are to build a joint commitment, re-create BMN insurance letters, include BMN insurance in PKPT, identify potential or disaster vulnerability and recapitulate and document disaster history, create disaster impact reporting channels, sketch BMN insurance premium calculations, socialize BMN insurance with BKF Ministry of Finance, BNPB and Jasindo insurance companies, and conduct BMN insurance training activities.
  8. Keywords: Security; State Property (BMN); State Property Insurance (BMN insurance)
  9. Abstrak
  10. Penelitian bertujuan menggali faktor-faktor pengamanan BMN gedung dan bangunan melalui Asuransi BMN pada KLHK serta merumuskan model pengamanan BMN gedung dan bangunan melalui Asuransi BMN pada KLHK. Metode menggunakan studi kasus (case study) melalui pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui telaah dokumen dan wawancara. Faktor kelembagaan, budaya, keterjangkauan, kesadaran dan pengetahuan, serta proses asuransi dan kepercayaan menjadi faktor yang menyebabkan rendahnya pengamanan BMN melalui asuransi pada KLHK. Faktor kelembagaan menunjukkan telah dimilikinya Surat Kepala Biro Umum perihal Pengasuransian BMN Tahun Anggaran 2021. Faktor budaya menggambarkan walaupun berada pada Indeks Risiko Bencana kategori tinggi dan pernah terjadi bencana alam belum menjadi pemicu pengasuransian BMN. Faktor keterjangkauan menunjukkan KLHK sudah menganggarkan biaya pengasuransian BMN periode Tahun 2022 dan 2023. Faktor kesadaran dan pengetahuan menunjukkan belum sepenuhnya Satuan Kerja lingkup KLHK memahami Asuransi BMN serta kurangnya kesadaran pentingnya asuransi bencana. Faktor proses asuransi dan kepercayaan menunjukkan sosialisasi Asuransi BMN dari Perusahaan Asuransi Jasindo belum sampai ke tingkat tapak. Rekomendasi pengamanan BMN melalui Asuransi BMN pada KLHK adalah membangun komitmen bersama, membuat kembali surat pengasuransian BMN, memasukkan Asuransi BMN dalam PKPT, mengidentifikasi potensi atau kerawanan bencana serta merekapitulasi dan mendokumentasi riwayat bencana, membuat saluran pelaporan dampak bencana yang dialami, membuat sketsa perhitungan Premi Asuransi BMN, sosialisasi Asuransi BMN bersama BKF Kementerian Keuangan, BNPB dan Perusahaan Asuransi Jasindo, serta melakukan kegiatan diklat Asuransi BMN.
  11. Kata kunci: Pengamanan; Barang Milik Negara (BMN); Asuransi Barang Milik Negara (Asuransi BMN)
  12. PENDAHULUAN
  13. Pelayanan publik tidak lepas dari peran Barang Milik Negara (BMN) salah satunya aset tetap berupa gedung dan bangunan. Keberadaan gedung dan bangunan pemerintah berfungsi menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing Kementerian/Lembaga dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jenis dan layanan publik yang beragam menyebabkan ragam dan nilai BMN semakin meningkat pula, tentu hal tersebut berkorelasi terhadap upaya pengamanan dan pemeliharaan gedung dan bangunan tersebut guna mempertahankan keutuhan dan keberadaan BMN itu sendiri dalam menjamin sustainability pelayanan publik. Disisi lain posisi geografis Indonesia yang berada pada Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) berisiko terpapar bencana alam: letusan gunung berapi, gempa bumi dan tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan kekeringan (BKF, 2018, h.2). Gina, F.V. (2022) menyampaikan bahwa wilayah Cincin Api Pasifik merupakan bertemunya tiga Lempeng Tektonik yakni, Pasifik, Eurasia, dan Indo-Australia. Lempeng-lempeng tersebut terus meluncur, bertabrakan atau bergerak di atas atau di bawah satu sama lainnya, akibatnya timbullah palung laut dalam, letusan gunung berapi serta garis patahan. Gambaran wilayah yang berada pada Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
  14. Gambar 1. Peta Sebaran Jalur Gunung Berapi Asia-Pasifik (Ring of Fire)
  15. Sumber: Risiko Bencana Indonesia (RBI)
  16. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 2023.
  17. Riwayat bencana Tahun 2018 silam yakni gempa bumi, likuifaksi, dan tsunami yang terjadi di Kota Palu Sulawesi Tengah, gempa bumi di Lombok dan Sumbawa, serta tsunami Tanjung Lesung menyebabkan kerugian ekonomi. Kerugian ekonomi gempa di Lombok dan Sumbawa mencapai Rp.17.13 Triliun, sedangkan gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah mengakibatkan kerugian dan kerusakan lebih dari Rp.13.82 Triliun (Nugroho, S.P., 2018). Pada Bulan September Tahun 2018 tersebut, BMN Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupa gedung kantor Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Palu Poso di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah terkena dampak gempa bumi Palu dan Donggala dengan klasifikasi kerusakan rusak sedang (Satgas Pelaksana Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah, 2018). Tindak lanjut hasil penilaian singkat gedung kantor yang terdampak gempa Sulawesi Tengah tersebut, satuan kerja Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu menganggarkan pembangunan gedung kantor permanen melalui Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) Tahun 2019 sebesar Rp.4.8 Miliar, sedangkan nilai buku BMN gedung kantor Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu yang terdampak gempa bumi tersebut senilai Rp.2.0 Miliar. Dari kejadian tersebut menggambarkan bahwa besaran biaya pembangunan gedung baru kantor Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu akibat gempa Sulawesi Tengah lebih tinggi dibandingkan nilai buku dari gedungnya, serta kecepatan penyediaan anggaran pembangunan fisik gedung pasca bencana relatif lama. Kemampuan pemerintah mengalokasikan dana untuk cadangan bencana setiap tahunnya senilai Rp.3.1 Triliun (USD 214 Juta), sedangkan kerugian akibat bencana Tahun 2004 akibat gempa dan tsunami Aceh sebesar Rp.51,4 Triliun (USD 3,5 Miliar), sehingga perlu waktu kurang lebih selama lima tahun untuk dapat memulihkan keadaan seperti semula. Pada rentang waktu Tahun 2000 sampai 2016, kerugian ekonomi yang dialami setiap tahunnya akibat bencana alam yakni rusaknya bangunan dan selain bangunan mencapai Rp.22.8 Triliun, sedangkan rata-rata dana darurat (Contingency Fund) bencana alam yang tersedia rentang Tahun 2005 sampai 2017 senilai Rp.3.1 Triliun, terdapat gap sebesar Rp.19.75 Triliun (BKF, 2018). Belajar dari pengalaman tersebut dan melihat kemampuan keuangan negara dalam mengatasi masalah bencana masih terdapat gap yang terlalu lebar, sehingga untuk mengcover pembangunan kembali bangunan pemerintah akibat eksposur bencana, perlu tindakan mitigasi risiko dalam bentuk Asuransi BMN, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada negara lain atau lembaga donor negara lain dalam penanganan bencana sehingga berdampak positif terhadap kesehatan keuangan negara.
  18. Pengamanan BMN merupakan salah satu bagian dari siklus pengelolaan BMN. Pengamanan BMN sendiri meliputi: administrasi, fisik dan hukum (Peraturan Pemerintah/PP No. 28 Tahun 2020). Pengamanan administrasi tidak hanya diartikan menyimpan dokumen kepemilikan berupa sertiffikat tanah namun termasuk juga dokumen perolehan, dokumen pembayaran, serta Berita Acara (BA) Penilaian/Pengukuran terhadap BMN tersebut. Pengamanan fisik merupakan wujud dari mengamankan objek BMN tersebut, contohnya dengan membangun pagar/pembatas/patok atas BMN tanah yang masih kosong. Pengamanan hukum dilakukan dengan optimal di setiap tingkatan peradilan terhadap gugatan atas BMN. Asuransi BMN merupakan bentuk pengamanan BMN dalam artian pengamanan fisik yakni jika sewaktu-waktu gedung dan bangunan rusak berat akibat bencana alam sehingga tidak bisa digunakan dan tidak ekonomis jika diperbaiki, maka dilakukan renovasi gedung dan bangunan dengan pembiayaan dari Klaim Asuransi BMN gedung dan bangunan tersebut, sehingga secara waktu akan lebih cepat memperoleh anggaran untuk renovasi sehingga pelayanan publik tidak berlarut-larut terganggu. Selama ini perencanaan penganggaran renovasi gedung dan bangunan dilakukan secara reguler melalui mekanisme RKA-K/L yang membutuhkan waktu lama serta terbatasnya alokasi anggaran pemerintah.
  19. KLHK mempunyai 275 satuan kerja yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sebaran satuan kerja KLHK tersebut jika disandingkan dengan Indeks Risiko Bencana tingkat provinsi Tahun 2021 dan Tahun 2022 BNPB, maka dapat dikelompokkan: tujuh puluh empat satuan kerja KLHK berada pada kelas risiko tinggi yang tersebar pada lima belas provinsi, seratus dua puluh sembilan satuan kerja berada pada kelas risiko sedang yang tersebar pada delapan belas provinsi, sedangkan tujuh puluh dua satuan kerja berada pada kelas risiko rendah tersebar pada satu provinsi. Tabel sebaran satuan Kerja KLHK berdasarkan kelas risiko bencana dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
  20. Tabel 1. Sebaran Satuan Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Berdasarkan Kelas Risiko Bencana
  21. Sebaran Satuan Kerja KLHK Kelas Risiko
  22. Tinggi Sedang Rendah
  23. Provinsi 15 18 1
  24. Satuan Kerja 74 129 72
  25. Sumber: Diolah dari Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI)
  26. Tahun 2021 dan 2022 BNPB.
  27. Secara keseluruhan, nilai gedung dan bangunan KLHK dalam neraca Laporan Keuangan (LK) KLHK Tahun 2021 sebesar Rp.3.895.519.488.811. dan pada Tahun 2022 mengalami peningkatan menjadi Rp.4.056.368.562.738. KLHK pada Tahun 2022 dan 2023 telah mengasuransikan sebagian BMN gedung dan bangunannya yakni Gedung Arsip Cimanggis dan Gedung Salemba yang tercatat dalam daftar Aset Biro Umum Sekretariat Jenderal KLHK. Anggaran belanja asuransi gedung dan bangunan Tahun 2022 tersebut senilai Rp.8.760.000. dan dianggarkan dengan nilai yang sama pada Tahun 2023 (Rincian Kertas Kerja Satker Sekretariat Jenderal KLHK Tahun 2022 dan 2023). Harga pertanggungan polis Asuransi BMN Tahun 2023 tersebut sebesar Rp.437.002.921. (Asuransi Jasindo, 2023). Neraca aset tetap KLHK Tahun 2021 dan 2022 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
  28. Tabel 2. Neraca Aset Tetap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
  29. Tahun 2021 dan 2022
  30. Sumber: LK KLHK Tahun 2022.
  31. Tabel di atas menunjukkan total gedung dan bangunan KLHK senilai Rp.4 Triliun lebih, jika diasuransikan sekaligus tentunya akan memerlukan anggaran yang besar pula, untuk itu dalam Asuransi BMN dilakukan prinsip: efektiv, efisien, selektif, dan priortias dengan memperhatikan ketersediaan keuangan negara sehingga terhindar dari kerugian dan inefektivitas keuangan. Jumlah Asuransi BMN gedung dan bangunan pada KLHK yang rendah, untuk itu diperlukan model guna dapat meningkatkan jumlah gedung dan bangunan yang diasuransikan pada KLHK. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi referensi guna dapat meningkatkan pengamanan BMN melalui Asuransi pada KLHK.
  32. KAJIAN LITERATUR
  33. Pengamanan Aset
  34. Pengamanan dalam kontek pengelolaan BMN/D adalah kegiatan pengendalian dalam pengelolaan BMN/D berupa pengendalian fisik, pengendalian administratif dan tindakan upaya hukum (Suwanda, D., 2015, h.284). Ruang lingkup pengamanan BMN/D mencakup pengamanan administrasi, pengamanan fisik, serta pengamanan hukum. Pengamanan administrasi mencakup kegiatan pencatatan, pembukuan, inventariasi aset, pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan. Pengamanan fisik bertujuan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi dari barang, penurunan jumlah/kuantitas barang, dan hilangnya barang. Pengamanan fisik dilakukan terhadap aset tanah dan banggunan dengan cara memasang pagar, memasang tanda batas, memberikan plang/papan nama dari besi, menempatkan petugas penjaga seperti Satuan Pengamanan (Satpam) serta perlindungan melalui asuransi untuk gedung kantor. Pengamanan hukum meliputi upaya-upaya hukum dalam rangka mempertahankan/mengamanakan aset dari gugatan pihak luar. Bentuk upaya pengamanan hukum terhadap aset tanah dengan mensertifikatkan tanah atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq Kementerian/Lembaga. Tujuan pengamanan fisik yakni untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi dari barang, penurunan jumlah/kuantitas barang, dan hilangnya barang. Dengan pengamanan melalui Asuransi BMN dapat memberikan jaminan dari menurunnya fungsi, jumlah, bahkan hilangnya BMN akibat dampak bencana alam.
  35. Asuransi Barang Milik Negara
  36. Adhasara, A. et.al (2022) menyampaikan bahwa penelitian mengenai Asuransi BMN di Indonesia belum banyak dilakukan, hal tersebut meliputi rincian rekapitulasi data serta informasi jumlah BMN gedung dan bangunan yang telah diasuransikan setiap Kementerian/Lembaga, jumlah premi yang dibayarkan setiap tahun, serta jumlah klaim yang sudah dibayarkan. Penelitian ‘Aliimah, F. (2020) dan Rafsanjani, L.H. et.al. (2022) menyampaikan bahwa BMN harus dijaga dan dipelihara guna memastikan keberlanjutan pelayanan publik, serta strategi pengurangan risiko akibat bencana. Teori yang digunakan dalam penelitian merujuk pada aturan pengelolaan BMN serta pengasuransian BMN. Adapun metodologi yang digunakan yakni penelitian hukum normatif. Purwati, S. (2021) dalam tulisannya memberikan gambaran bahwa di Australia dan New Zealand telah melakukan mitigasi risiko terhadap bencana atas aset publiknya melalui mekanisme asuransi. Lebih lanjut Purwati, S. (2021) menyampaikan latar belakang perlunya Asuransi BMN di Indonesia adalah sebaran BMN yang berada di seluruh wilayah Indonesia, nilai BMN terus meningkat, gap dana penanggulangan bencana, serta lambatnya distribusi dana tanggap darurat. Inarto, K. (2019) dalam tulisannya menyampaikan bahwa Asuransi BMN bukan lagi menjadi pilihan namun sudah menjadi kewajiban, karena faktor kondisi geografis Indonesia dan profil kebencanaan Indonesia. Tahapan pengasuransian BMN berdasarkan PMK No.97 Tahun 2019 adalah sebagai berikut:
  37. Perencanaan.
  38. Pada tahapan ini dilakukan kegiatan: melengkapi data BMN, identifikasi dan analisa risiko, penjelasan penggunaan dan fungsi BMN, pertimbangan pengasuransian BMN, besaran premi Asuransi BMN dan jangka waktu pengasuransian.
  39. Pelaksanaan: Penganggaran, Pengadaan, dan Klaim.
  40. Terdiri dari penganggaran untuk membayar premi Asuransi BMN, proses pengadaan jasa asuransi serta proses klaim.
  41. Pelaporan.
  42. Kuasa Pengguna melaporkan satuan kerja yang telah mengasuransikan BMN gedung yang nantinya termuat dalam LBMN tingkat kementerian.
  43. Pemeliharaan dan pengamanan.
  44. Satuan kerja atau KPB melakukan pemeliharaan dan pengamanan terhadap gedung yang diasuransikan.
  45. Penatausahaan.
  46. Satuan kerja atau KPB melakukan penatausahaan BMN gedung dan bangunan yang diasuransikan yang terdiri dari: inventarisasi, pencatatan dan pelaporan.
  47. Penghapusan.
  48. dilakukan terhadap gedung dari daftar BMN setelah proses klaim dibayarkan dalam bentuk PNBP.
  49. Faktor-Faktor Pengamanan Barang Milik Negara Melalui Asuransi
  50. Booth, K. (2018) menyoroti perihal asuransi belum sepenuhnya menjadi perhatian dalam perencanaan di negara Australia, walaupun negara tersebut mengalami peningkatan biaya akibat bencana alam: kebakaran hutan, angin topan, badai, dan banjir. Booth, K. (2018) menyampaikan bahwa asuransi merupakan “kekhawatiran” yang difinansialisasikan. Penerima manfaat dari asuransi adalah yang memiliki modal, sedangkan masyarakat yang kurang beruntung tidak dapat menanggung dampak finansial akibat bencana. Kegelisahan yang dirasakan masyarakat terhadap perusahaan asuransi adalah perasaan tegang terhadap perusahaan asuransi, karena mereka mengetahui bahwa perusahaan asuransi mempunyai kekuatan untuk mempersulit, menahan pembayaran bahkan menarik cakupan asuransi. Booth, K. (2018) juga menyampaikan bahwa asuransi sebagai janji emosional dimana individu yang membeli asuransi termotivasi dari kepercayaan bahwa perusahaan asuransi akan membayar ketika dibutuhkan, namun kepercayaan tersebut rapuh karena kurangnya transparansi perusahaan asuransi. Booth, K. (2018) juga mengaitkan asuransi dengan aksi politik dimana asuransi digunakan setelah terjadi bencana guna mempertahankan kendali politik dan mengurangi ancaman kekacauan di masyarakat.
  51. Kousky, C. dan Kunreuther, H. (2017) menyampaikan bahwa kerugian negara Amerika Serikat dan Inggris terus meningkat diakibatkan semakin banyaknya properti yang berharga dibangun dilokasi rawan bencana, sehingga meningkat pula tanggung jawab pemerintah terhadap kerugian akibat bencana. Semakin pentingnya kedudukan asuransi dalam penanggulangan bencana menimbukan tantangan bagi perusahaan asuransi dalam menanggung risiko bencana yang bernilai besar, untuk itu perusahaan asuransi harus memiliki modal besar atau mampu mengakses modal besar untuk membayar klaim. Kousky, C. dan Kunreuther, H. (2017) lebih lanjut menyampaikan bahwa premi yang tinggi terhadap asuransi bencana menyebabkan keengganan konsumen membeli asuransi yang pada akhirnya berdampak pada melemahnya pasar asuransi karena kurangnya pasokan konsumen. Kesenjangan asuransi bencana dipengaruhi oleh: perilaku konsumen, perilaku perusahaan asuransi, dan perilaku pengatur asuransi. Perilaku konsumen ditunjukkan dengan seseorang akan menyadari pentingya asuransi setelah mengalami bencana, sehingga memotivasi untuk membeli asuransi. Namun beberapa tahun kemudian mereka akan membatalkan asuransinya karena merasa tidak mengalami kerugian serta beranggapan kecil kemungkinan terjadi bencana. Besaran pembayaran awal akan menjadi pertimbangan kosumen untuk membeli asuransi, hal tersebut menjadi pertimbangan apakah besaran manfaat yang akan diterima selama dua atau tiga tahun kedepan sebanding dengan pembayaran premi asuransi tersebut. Perusahaan asuransi pada saat terjadi bencana besar memerlukan modal yang besar pula untuk membayarkan klaim asuransi tersebut, sehingga perusahaan asuransi perlu memiliki modal yang besar atau mengamankan modalnya melalui reasuransi, namun perilaku perusahaan asuransi terkadang menunjukkan bias terhadap ketidakpastian atau informasi yang ambigu terkait risiko dengan probabilitas rendah. Perilaku pengatur asuransi ditunjukkan dengan komisaris asuransi negara bagian dan badan legislatif negara bagian mengizinkan penjualan asuransi terhadap berbagai risiko, mengawasi dan menyetujui premi, serta mengatur aspek lain dalam asuransi swasta.
  52. Soetanto, R. et.al. (2020) melakukan penelitian perihal pengaturan dalam penangangan dampak bencana serta potensi peralihan pembiayaan risiko bencana dari reaktif (ex post) menjadi proaktif (ex ante) di Solo dan Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah bergantung pada dana darurat pemerintah pusat, yang mana jumlahnya tidak mencukupi untuk pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana serta seringkali tertunda pembayarannya. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengguna asuransi masih terbatas baik disektor publik maupun swasta. Faktor hambatan dan tantangan dalam pembiayaan risiko bencana yang proaktif melalui asuransi adalah: kelembagaan, budaya, keterjangkauan, kesadaran dan pengetahauan, serta proses pengasuransian dan kepercayaan. Faktor kelembagaan ditunjukkan dengan adanya peraturan yang jelas dari tingkat atas ke bawah (Top-Down). Faktor budaya menunjukkan bahwa asuransi kurang familiar di masyarakat, mereka beranggapan bahwa bencana terjadi karena kehendak Tuhan, dan untuk perbaikan pasca bencana mereka melakukan dengan gotong-royong. Faktor keterjangkauan berkaitan dengan tingkat premi pada daerah dengan risiko banjir tinggi memiliki nilai yang mahal, begitu pula dengan premi yang terjangkau untuk daerah berisiko rendah pun tidak menarik bagi masyarakat karena hal tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Faktor kesadaran dan pengetahuan berkaitan dengan sulitnya menginternalisasi konsep asuransi kepada masyarakat, mereka lebih memilih menabung dibandingkan dengan asuransi karena bisa mendapatkan keuntungan berupa bunga. Adapula yang beranggapan bahwa mereka akan mendapatkan kembali preminya di tahun tersebut walaupun tidak melakukan klaim. Faktor proses pengasuransian dan kepercayaan berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap produk asuransi yang ditawarkan, perusahaan asuransi, serta individu/pegawai asuransi turut berpengaruh terhadap berkembangnya asuransi. Mereka tidak percaya apakah pihak asuransi akan menepati janjinya, karena pembayaran klaim dibandingkan dengan rutinnya membayar premi bisa berlangsung lama, selain itu pegawai perusahaan asuransi selalu berubah. Disaat pertama mendaftar bertemu dengan Pegawai A, namun saat mengajukan klaim bertemunya dengan Pegawai C yang mana harus menerangkan kembali informasi yang sama seperti saat berkomunikasi dengan Pegawai A.
  53. METODE PENELITIAN
  54. Metode penelitian menggunakan studi kasus (case study) melalui pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan untuk menganalisa pengamanan BMN melalui Asuransi BMN pada KLHK yang masih rendah. Data dikumpulkan melalui telaah dokumen dan wawancara kepada nara sumber kunci (key informant). Analisis data bersifat induktif dimana temuan dilapangan kemudian dikonstruksikan menjadi sebuah hipotesis/jawaban yang bersifat sementara dimana perlu diuji kebenarannya secara empiris. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman yang terdiri dari: data collection, data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Analisis data model Miles dan Huberman dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
  55. Gambar 2. Komponen Analisis Data Model Miles dan Huberman
  56. Sumber: Miles dan Huberman (Sugiyono, 2017, h.247).
  57. Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya data bisa langsung ditayangkan tanpa mereduksi terlebih dahulu atau data ditayangakan dengan mereduksi data terlebih dahulu. Penarikan kesimpulan berasal dari reduksi data, penayangan data bahkan jika masih diperlukan dapat pula melakukan pengumpulan data baru lagi untuk verifikasi. Validitas/kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi sumber data, yakni dari telaah dokumen dan hasil wawancara. Dari hasil wawancara masing-masing nara sumber kunci tersebut, dideskripsikan, dikategorisasikan, dipilah mana pandangan yang sama dan yang berbeda untuk kemudian disimpulkan. Instrumen penelitiannya adalah peneliti sendiri, untuk itu guna membantu penelitian diperlukan pedoman wawancara dan telaah dokumen serta alat tulis dan alat perekam.
  58. HASIL DAN PEMBAHASAN
  59. Soetanto, R. et.al. (2020) menyampaikan bahwa faktor kelembagaan, faktor budaya, faktor keterjangkauan, faktor kesadaran dan pengetahuan, serta faktor pengasuransian dan kepercayaan mempengaruhi pengasuransian BMN. Berdasarkan penelitian faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut:
  60. Faktor Kelembagaan
  61. Faktor kelembagaan menyebutkan perlunya aturan yang jelas dari tingkat atas kebawah (Top-Down) perihal pembiayaan risiko bencana yang proaktif melalui Asuransi BMN, hal tersebut telah dilakukan oleh KLHK dalam bentuk Surat Kepala Biro Umum Nomor Nomor S.301/ROUM/PLP/KAP.3/2/2021 tanggal 26 Februari 2021 perihal Pengasuransian BMN Tahun Anggaran 2021, kendati demikian hal tersebut belum diketahui seluruh unit kerja lingkup KLHK. Disisi lain pengamanan gedung dan bangunan melalui Asuransi belum menjadi agenda pengawasan atau audit oleh Inspektorat Jenderal KLHK.
  62. Faktor Budaya
  63. Budaya Asuransi kurang familiar di masyarakat, karena masyarakat beranggapan bahwa bencana merupakan kehendak Tuhan, sikap masyarakat terhadap bencana yakni menerima bencana tersebut, sedangkan tindakan untuk perbaikan pasca bencana dilakukan masyarakat dengan gotong royong. Budaya asuransi guna mengamankan gedung dan bangunan terhadap bencana alam jumlahnya masih terbatas baik di sektor publik maupun swasta. Dari sumber data primer menggambarkan bahwa walaupun di wilayah tersebut berada pada Indeks Risiko Bencana kategori tinggi serta pernah terjadi riwayat bencana alam gunung berapi pun belum menjadikannya sebagai pemicu mengamankan gedung kantor dari bencana alam melalui asuransi BMN. Bentuk pemeliharaan terhadap gedung dan bangunan yang selama ini dilakukan berupa pemeliharaan rutin serta penyediaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan).
  64. Faktor Keterjangkauan
  65. Faktor keterjangkauan berhubungan erat dengan tingkat premi asuransi pada lokasi risiko tinggi memiliki nilai yang mahal, begitupula nilai premi yang terjangkau pada lokasi risiko rendah pun tidak menarik bagi masyarakat. Besaran tarif premi Asuransi BMN oleh PT. Asuransi Jasa Indonesia (Asuransi Jasindo) selaku ketua konsorsium Asuransi BMN adalah sebesar 1,961 ‰ (per mil). Rumus perhitungan premi Asuransi BMN adalah 1,961 ‰ X nilai buku gedung dan bangunan. Besaran premi Asuransi BMN tersebut tidak membedakan lokasi yang mempunyai Indeks Risiko Bencana tinggi, sedang dan rendah, yang menentukan besaran perhitungan premi Asuransi BMN adalah nilai buku dari gedung dan bangunan tersebut. KLHK sudah menganggarkan biaya pengasuransian BMN periode Tahun 2022 dan 2023, namun masih terbatas pada gedung milik Biro Umum. Prediksi perhitungan besaran premi Asuransi BMN menunjukkan bahwa masing-masing satuan kerja lingkup KLHK diprediksi mampu untuk membayarkan biaya Asuransi BMN, namun jika dihadapkan dengan penganggaran biaya Asuransi BMN, beberapa satuan kerja lingkup KLHK lebih memilih untuk tidak ikut mengasuransikan BMN gedung dan bangunannya.
  66. Faktor Kesadaran dan Pengetahuan
  67. Faktor kesadaran dan pengetahuan menggambarkan bahwa masyarakat lebih memilih menabung dibandingkan dengan asuransi karena bisa mendapatkan keuntungan berupa bunga, adapula yang beranggapan bahwa mereka akan mendapatkan kembali preminya di tahun tersebut walaupun tidak terjadi klaim terhadap polis Asuransi BMN. Hal tersebut dikarenakan mereka belum merasakan manfaat dari polis Asuransi BMN tersebut. Ada pula paradigma bahwa asuransi merupakan tindakan yang mubazir karena membayar premi asuransi tanpa menerima manfaat. Pengetahuan mengenai Asuransi BMN juga belum sepenuhnya dipahami secara utuh oleh beberapa Satuan Kerja KLHK. Kegiatan sosialisasi terkait Asuransi BMN lingkup KLHK sebenarnya sudah pernah dilakukan namun sebagian Satuan Kerja KLHK belum mendapatkannya.
  68. Faktor Proses Pengasuransian dan Kepercayaan
  69. Masyarakat kurang percaya terhadap produk asuransi, perusahaan asuransi serta pegawai perusahaan asuransi, dikarenakan lamanya jangka waktu membayar premi asuransi terhadap klaim asuransi menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi dalam menepati janjinya rendah. Selain itu pegawai perusahaan asuransi yang selalu berganti, saat pertama mendaftar dengan Pegawai A, namun saat mengajukan klaim dengan Pegawai C yang mana harus menjelaskan ulang informasi yang sama seperti saat berkomunikasi dengan Pegawai A waktu dulu. Sosialisasi dari Perusahaan Jasindo sudah pernah dilakukan, namun daftar undangannya setingkat Pengguna Barang. Sosialisasi dari Perusahaan Jasindo belum didapatkan tingkat Satuan Kerja/Kuasa Pengguna Barang. Penjelasan mengenai penunjukkan Perusahaan Jasindo sebagai Penyedia Jasa Asuransi BMN perlu disampaikan oleh Perusahaan Jasindo. Keterbukaan informasi mengenai Kementerian/Lembaga yang sedang mengasuransikan BMN beserta jumlah gedung dan bangunan yang diasuransikan, besaran pertanggungan, serta daftar kementerian/Lembaga yang pernah melakukan klaim terhadap polis Asuransi BMN beserta besaran rupiah yang didapatkan tidak terpublikasi secara terbuka. Akses terhadap data dan informasi tersebut sifatnya terbatas.
  70. Model Pengamanan BMN Melalui Asuransi Pada KLHK
  71. Tahapan pengasuransian BMN pada KLHK merujuk pada PMK No.97 Tahun 2019 adalah seperti gambar di bawah ini:
  72. Gambar 3. Tahapan Pengasuransian BMN
  73. Sumber: PMK No.97 Tahun 2019
  74. Dari tahapan pengasuransian yang sudah ada tersebut diperlukan penambahan tahapan guna dapat meningkatkan pengamanan BMN melalui Asuransi pada KLHK, yakni tahap membangun komitmen. sehingga model yang dapat diterapkan adalah menjadi seperti pada gambar di bawah ini:
  75. : Menunjukkan tahapan pengasuransian BMN.
  76. : Faktor kelembagaan menyebabkan rendahnya pengasuransian BMN
  77. pada tahapan pengasuransian BMN.
  78. : Faktor budaya menyebabkan rendahnya pengasuransian BMN
  79. pada tahapan pengasuransian BMN.
  80. : Faktor keterjangkauan menyebabkan rendahnya pengasuransian BMN
  81. pada tahapan pengasuransian BMN.
  82. : Faktor kesadaran dan pengetahuan menyebabkan rendahnya pengasuransian
  83. BMN pada tahapan pengasuransian BMN.
  84. : Faktor proses pengasuransian dan kepercayaan menyebabkan rendahnya
  85. pengasuransian BMN pada tahapan pengasuransian BMN.
  86. Gambar 4. Model Pengamanan BMN Melalui Asuransi Pada KLHK
  87. Sumber: diolah penulis.
  88. Tahapan pengasuransian BMN pada KLHK diawali dengan membangun komitmen bersama antara Pengguna Barang, Kuasa Pengguna Barang/Kepala Satuan Kerja, Pengawas Internal KLHK serta pengelola BMN lingkup KLHK guna mengasuransikan gedung dan bangunan lingkup KLHK sebelum melangkah ke tahapan pengasuransian BMN selanjutnya. Model pada gambar di atas merupakan hal yang harus menjadi perhatian guna meningkatkan pengamanan BMN melalui Asuransi pada KLHK. Pada gambar model tersebut, faktor-faktor pengasuransian BMN yang disampaikan Soetanto, R. et.al. (2020) yang terdiri dari faktor kelembagaan, budaya, keterjangkauan, kesadaran dan pengetahuan, serta proses pengasuransian dan kepercayaan menyebabkan rendahnya tingkat pengasuransian BMN pada tahapan pengasuransian BMN.
  89. PENUTUP
  90. Rendahnya tingkat pengamanan BMN melalui asuransi pada KLHK dipengaruhi faktor kelembagaan, budaya, keterjangkauan, kesadaran dan pengetahuan, serta faktor proses asuransi dan kepercayaan. Faktor kelembagaan menunjukkan belum semua Satuan Kerja lingkup KLHK mengetahui Surat Kepala Biro Umum Nomor S.301/ROUM/PLP/KAP.3/2/2021 tanggal 26 Februari 2021 perihal Pengasuransian BMN. Faktor budaya menunjukkan walaupun beberapa gedung dan bangunan Satuan Kerja KLHK berada pada Indeks Risiko Bencana kategori tinggi serta pernah terjadi bencana alam, belum menjadi pendorong untuk mengamankannya melalui Asuransi BMN. Faktor keterjangkauan berkaitan dengan anggaran Asuransi BMN masih terbatas pada dua gedung milik Biro Umum. Faktor kesadaran dan pengetahuan menggambarkan bahwa Asuransi BMN belum sepenuhnya dipahami oleh Satuan Kerja lingkup KLHK. Faktor proses pengasuransian dan kepercayaan menunjukkan terdapat sikap skeptis terhadap penunjukan penyedia jasa Asuransi Jasindo, kurangnya keterbukaan informasi mengenai Kementerian/Lembaga yang sedang mengasuransikan BMN beserta jumlah gedung dan bangunan yang diasuransikan, besaran pertanggungan, serta daftar Kementerian/Lembaga yang pernah melakukan klaim terhadap polis Asuransi BMN beserta besaran rupiah yang didapatkan.
  91. Guna dapat meningkatkan pengamanan BMN melalui Asuransi, perlu ditambahkan satu tahapan dalam pelaksanaan pengasuransian BMN yakni tahap membangun komitmen. Tahap membangun komitmen merupakan tahap awal pengasuransian BMN sebelum tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (tahap penganggaran, tahap pengadaan, tahap klaim), tahap pelaporan, tahap pemeliharaan dan pengamanan, tahap penatausahaan, dan tahap penghapusan. Dalam membangun komitmen tidak saja dilakukan oleh pemimpin-pemimpin organisasi lingkup KLHK, namun pengelola BMN perlu dilibatkan, sehingga komitmen yang sudah dibangun tersebut juga sampai kepada pengelola BMN seluruh Satuan Kerja di KLHK.
  92. Biro Umum Sekretariat Jenderal KLHK selaku Pengguna Barang beserta Kuasa Pengguna Barang/Kepala Satuan Kerja, Inspektorat Jenderal, beserta pengelola BMN lingkup KLHK melakukan Focus Group Discussion (FGD) guna membangun komitmen bersama dalam mengamankan gedung dan bangunan melalui Asuransi BMN. Pada faktor kelembagaan, Biro Umum Sekretariat Jenderal KLHK membuat kembali surat perihal pengasuransian BMN dengan merujuk pada surat sebelumnya dan ditujukan kepada seluruh Satuan Kerja lingkup KLHK dengan dilampiri dokumen SOP/Proses Bisnis perencanaan dan penganggaran. Selanjutnya masih pada faktor kelembagaan, Inspektorat Jenderal KLHK memasukkan evaluasi Asuransi BMN dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). Pada faktor budaya setiap Satuan Kerja lingkup KLHK didampingi Biro Umum dan Inspektorat Jenderal KLHK melakukan identifikasi potensi atau kerawanan bencana pada setiap lokasi gedung dan bangunan berada. Selain itu, riwayat kebencanaan yang berdampak pada kerusakan gedung dan bangunan didokumentasikan dan direkapitulasi dengan baik. Selanjutnya pada faktor keterjangkauan, Biro Umum Sekretariat Jenderal KLHK sebagai Pengguna Barang membuat sketsa perhitungan Premi Asuransi BMN untuk setiap gedung dan bangunan lingkup KLHK berdasarkan database aplikasi SAKTI/SIMAN. Untuk faktor kesadaran dan pengetahuan, Biro Umum Sekretariat Jenderal KLHK bersama BKF Kementerian Keuangan serta BNPB perlu melakukan kegiatan sosialisasi Asuransi BMN serta membuat kegiatan pendidikan dan pelatihan Asuransi BMN tingkat KLHK. Selain itu Biro Umum diharapkan membuat saluran pelaporan Satuan Kerja lingkup KLHK yang pernah terdampak bencana alam. Untuk faktor pengasuransian dan kepercayaan, Biro Umum bersama Perusahaan Asuransi Jasindo perlu melakukan sosialisasi kepada seluruh Satuan Kerja lingkup KLHK.
  93. DAFTAR PUSTAKA
  94. ‘Aliimah, F. 2020. Analis Yuridis Pengasuransian Barang Milik Negara. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: Program Studi Hukum, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Indonesia.
  95. Adhasara, A. et.al. 2022. “Disaster Risk Financing And Insurance: How Far Have We Known ?”. Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan, 26, (1), 76-95. doi: https://doi.org/10.26593/be.v26i1.5534.76-95
  96. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. 2018. Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana. Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
  97. Badan Pemeriksa Keuangan. 2023. Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2022.
  98. Booth, K. 2018. “Profittering from Disaster: Why Planners Need to be paying More Attention to Insurance. Journals Planning Practice & Research Taylor & Francis Online, 33, (2), 211-227. doi: https://doi.org/10.1080/02697459.2018.1430458
  99. Gina, F.V. 2022. Mengenal Apa Itu Ring of Fire, Penyebab Indonesia Sering Dilanda Gempa dan Letusan Gunung Berapi. Online (https://bobo.grid.id/read/083604466/mengenal-apa-itu-ring-of-fire-penyebab-indonesia-sering-dilanda-gempa-dan-letusan-gunung-berapi?page=all). Diakses 14 Agustus 2023.
  100. Inarto, K. 2019. Perkembangan Pengadaan Asuransi Untuk Barang Milik Negara. Online.(https://bppk.kemenkeu.go.id/balai-diklat-keuangan-denpasar/artikel/perkembangan-pengadaan-asuransi-untuk-barang-milik-negara-350284). Diakses 17 Desember 2023.
  101. Kousky, C. dan Kunreuther, H. 2017. Defining the Roles of the Public and Private Sector in Risk Communication, Risk Reduction, and Risk Transfer. Online. https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3029630). Diakses 20 Januari 2024.
  102. Nugroho, S.P. 2018. 1.999 Kejadian Bencana Selama Tahun 2018, Ribuan Korban Meninggal Dunia. Online. (https://bnpb.go.id/berita/1999-kejadian-bencana-selama-tahun-2018-ribuan-korban-meninggal dunia#:~:text=Selama%20tahun%202018%20ini%2C%20bencana,17%2C%20dan%20tsunami%201%20kali). Diakses 14 Agustus 2023.
  103. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 97/PMK.06/2019 Tentang Pengasuransian Barang Milik Negara.
  104. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
  105. PT. Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Nomor: 204.235.110.23.00011/000/000 Tentang Polis Asuransi Barang Milik Negara (Asuransi BMN) Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2023.
  106. Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB. 2023. RBI Risiko Bencana Indonesia: Memahami Risiko Sistemik di Indonesia. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
  107. Purwati, S. 2021. Asuransi BMN, Perlukah ? (Seri Pertama). Online. (https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-yogyakarta/baca-artikel/14032/Asuransi-BMN-Perlukah-Seri-Pertama.html). Diakses 04 Januari 2023.
  108. Rafsanjani, L.H. et.al. 2022. “Membangun Model Pengelolaan Bangunan Gedung Pada Barang Milik Negara Berbasis Asuransi All Risk Di Ibu Kota Nusantara”. Jurnal Legal Reasoning, 5, (1), 21-22. doi: https://doi.org/10.35814/jlr.v5i1.4384
  109. Satuan Tugas Pelaksana Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah. Satuan Tugas Penanggulangan Bencana. 2018. Assessment Singkat Gedung Kantor di Wilayah Terdampak Gempa Provinsi Sulawesi Tengah. Palu: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
  110. Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2023. Rincian Kertas Kerja Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2023. Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
  111. Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2022. Rincian Kertas Kerja Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2022. Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
  112. Soetanto, R. et.al. 2020. “Developing sustainable arrangements for “proactive” disaster risk financing in Java, Indonesia. International Journal of Disaster Resilience in the Built Environmet, 28, (11), 435-451. doi: 10.1108/IJDRBE-01-2020-0006
  113. Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
  114. Suwanda, D. 2015. Optimalisasi Pengelolaan Aset Pemda. Jakarta: PPM Manajemen.
  115. Surat Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.301/ROUM/PLP/KOP.2/2/2021 Tentang Pengasuransian BMN Tahun Anggaran 2021.